Apa yang kalian pikirkan tentang guru les privat? Pekerjaan yang fleksibel, nyaman, tidak terikat jam kerja ataupun peraturan perusahaan? Tidak ada yang salah, semua itu benar. Tapi bukankan semua pekerjaan memiliki sisi baik dan buruk, sisi positif dan negatif, kekurangan dan kelebihan?
Let's go to the main story....
Saya seorang guru les privat yang telah berkecimpung dalam profesi ini selama 5 tahun. Siswa saya beragam mulai dari jenjang TK, SD, hingga SMP. Bagi saya ini adalah pekerjaan ternyaman, bukan karena tidak ingin terikat aturan kerja, namun status saya sebagai seorang mahasiswa dan juga seorang karyawan biasa (dulu, soalnya sekarang cuma ngajar les hoho) menjadikan profesi sebagai guru les sukses menambah tebal kantong saya, ya meskipun cuma mampir karena saya harus membayar cicilan motor tiap awal bulan.(Alhamdulillah sekarang sudah kelar, mwehehe)
Coba perhatikan kata "menambah" yang saya tebalkan. Ya, saya ingin menekankan, bagaimanapun saya rasa mengajar les privat tidak cocok dijadikan pekerjaan utama. Tidak seperti mengajar les di lembaga bimbingan belajar seperti Gan**** Ope****** ataupun Neu****, menjadi guru les privat adalah kesepakatan kita dengan orang tua siswa, tentunya tidak ada perjanjian bermaterai ataupun tanda tangan persetujuan harus membayar les tanggal sekian dan sekian. Inilah yang menjadikan pembayaran gaji tidak menentu meskipun pada awal bimbingan telah disampaikan bahwa pembayaran harus dilakukan tiap awal bulan. Akhirnya awal bulan itu bisa jadi tanggal 3,4,5,6,7,8,9,10,11,12, dan seterusnya. Di satu sisi seorang guru les privat juga memiliki kebutuhan yang akan tersendat tanpa upah mengajar lesnya, di satu sisi menanyakan tagihan les terus menerus pasti menimbulkan rasa tidak enak hati.
Kekurangan kedua, kali ini bukan soal materi. Menjadi guru les membuat saya menyadari perkataan guru saya ketika sekolah yang menyatakan bahwa semua anak itu pandai kalau rajin belajar itu bohong. Kenapa bisa bohong? Saya menemui berbagai tipe anak. Ada yang memperhatikan dan dijelaskan sekali dua kali langsung paham. Ada yang tidak memperhatikan tapi ketika mengerjakan soal jawabannya benar. Ada yang memperhatikan tapi dijelaskan berkali-kali tak kunjung paham. Ada yang ogah-ogahan memperhatikan dan tentu saja tidak paham. Dari sekian tipe siswa, tipe yang ogah-ogahan dan tentu saja tidak paham lah yang paling bikin geregetan. Anak-anak tipe ini selalu bertanya "mbak lesnya selesai jam berapa?" padahal sesi belajar baru saja dimulai. Selain itu ketika diterangkan mereka sering lost focus, malah bermain dengan kucing, corat coret, atau bahkan melamun. Jika sudah begini saya akan meminta mereka membaca beberapa materi dan dihafal agar memperhatikan lagi. Tidak hanya berhenti di situ, saya yang tiap selesai belajar sering memberi pertanyaan untuk mengecek pemahaman anak harus dibuat geregetan lagi karna ada saja jawaban, "nggak tau, mbak. Aku lupa". Saya hanya bisa berusaha tabah dan berkata dalam hati "ya iyalah kamu nggak merhatiin, bukannya lupa, tapi emang nggak denger padahal udah capek-capek jelasin, lagi puasa lagi, sabaar",hiks..hiks #lebay :D
Kekurangan ketiga, kali ini pun juga bukan tentang materi. Di akhir semester kita harus dibuat dag dig dug dengan hasil tes semesteran si anak. Karena bisa ditebak anak yang belajar ogahan-ogahan dan malas memperhatikan biasanya akan mendapatkan beberapa nilai mata pelajaran di bawah batas KKM (Kriteria Kelulusan Minimal) yang telah ditetapkan sekolah. Di sini seorang guru les privat akan berada pada posisi serba salah. Ada rasa tidak enak pada orang tua siswa karena nilai putra atau putrinya tidak seperti yang diharapkan, padahal sudah membayar biaya untuk belajar tambahan, namun juga mau bagaimana lagi, kemampuan tiap anak memang berbeda dan motivasi diri masing-masing anak pun berbeda. Mengingat sesi les privat hanya sekitar 75-90 menit, tentunya membutuhkan waktu belajar tambahan lagi, terutama saat Ulangan Tengah Semester (UTS) atau Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) tiba, apalagi bagi anak-anak yang memiliki konsentrasi dan motivasi diri kurang, meskipun kita sudah menjelaskan ibaratnya sampai mulut berbusa-busa, tapi hal ini tidak akan bisa disampaikan pada wali murid karena akan terkesan memberi alasan atau membela diri. :'(
Tapi itu hanya beberapa kekurangannya kok, saya tetap mensyukuri berbagai nikmat menjadi guru les, seperti bisa ijin tidak mengajar les ketika sakit atau ketika dikejar deadline tugas kuliah(tapi ini juga bisa jadi kekurangan sih, soalnya sering ada orang tua siswa minta les sepekan tiga atau empat kali namun ujung-ujungnya selalu ijin tidak les karena berbagai alasan mulai dari anak sakit, acara keluarga, de el el, yang tentunya akan mengurangi pendapatan juga. Buat orang tua yang putra putrinya les privat dan kebetulan membaca ini, tolong jangan penjarakan guru les privat dengan jadwal putra putri anda yang banyak tapi sering libur les, karena waktunya bisa digunakan untuk mengajar siswa lain. Jika memang putra putrinya tidak mau les sering-sering atau ingin irit dana, cukup berikan jadwal sewajarnya yaitu sekitar dua kali sepekan, hehe).
Kesyukuran yang lain yaitu sering juga dapet rejeki diberi makanan oleh orang tua murid, hehe. Di samping itu tentunya menjalin silaturahmi, karena ikatan antara guru les privat dan orang tua murid tidaklah seperti bos dan karyawan melainkan seperti rasa kekeluargaan. Dengan siswa pun begitu, akan ada beberapa siswa yang begitu menyayangi kita sehingga akan bersedih ketika kita berpamitan karena ada kesibukan lain, bahkan tidak mau belajar dengan guru les lain karena terlalu sayang dan cocok dengan kita.
Yang terakhir, dunia anak-anak tidak semenyebalkan itu kok, dunia mereka penuh warna warni, kadang nyebelin bin bikin geregetan, tapi tidak jarang juga celetukannya membuat kita tertawa atau malah tersipu karena kepolosannya. Kadang mereka juga akan menganggap kita sebagai teman yang bisa diajak curhat ngalor ngidul kalau kata orang jawa.
Karakter anak berbeda-beda, oleh karena itu perlu juga penanganan yang berbeda. Jika pada anak A kita hanya perlu stok sabar 20% karena karakternya yang ceria dan penurut, maka lain halnya dengan anak B yang ketika menghadapinya kita perlu stok sabar 100% karena karakternya yang tidak mau tahu dan suka membantah. Yaa bagaimanapun saudara kandung saja memiliki karakter beda, apalagi anak-anak dari orang tua berbeda-beda dan pola asuh yang berbeda-beda pula, bukan?
Terima kasih buat yang sudah mampir dan membaca tulisan yang unfaedah ini, maaf jika berantakan :') :D
Sampai jumpa di tulisan selanjutnyaa...
~Hari ke-20 Ramadhan, 1939 H / 5 Juni 2018~
Komentar
Posting Komentar